Minggu, 02 Mei 2010
love, fling, flirting, polygami, polyandri, relationship, and your own heart
Pernah mendengar mitos seseorang yang benar benar jatuh cinta tak kan sanggup menyentuh atau bahkan menatap balik pasangan jiwanya ?
Hari ini ngga sengaja saya membuka lembaran buku yang baru saya beli, penulisnya adalah konsultant dan penulis beberapa episode sex and the city, disana mereka malah bilang, kalau dia tak menyentuhmu berarti dia tak benar benar menyukaimu, lantas jika melihat mitos di alinea sebelumnya, mana yang benar ?
Jujur, saya pribadi akan membiarkan dunia mendengar getaran perasaan saya kecuali objek tercinta nya sendiri, saya tak kan sanggup mengungkap apapun atau memberi sinyal sinyal kepada orang yang benar benar saya suka, bahkan menatapnya atau menyentuhnya sajapun saya akan terasa amat sungkan mengingat getaran serupa ribuan kilobyte yang akan semerta menyerang tanpa ampun saat saya nekad melakukannya, dan efek menjadi mendadak bodohpun akan terjadi disaat yang sama, sementara untuk orang yang benar benar saya suka saya tak kan mungkin memperlihatkan sisi yang memiliki kekurangan apapun juga, karena yah...mitos berikutnya adalah saya akan selalu tampil sempurna walau tak pernah dilihatnya (tentunya berlaku untuk orang yang benar benar saya suka saja)
Dan kemudian disaat yang bersamaan sebelum perasaan itu terlanjur punah dan berubah maka siasat selanjutnya adalah menjadi sahabat yang baik, sahabat yang baik adalah pendengar yang baik sekaligus pelengkap, menjadi apapun yang tak pernah dilihatnya sebelumnya agar tidak tampak membosankan, dan dengan begitu maka si objek akan senantiasa betah berlama lama dengan saya, dan bang ! saya siap melangkah menuju penyelidikan dan analisa, tentang apa saja mengenai dia, apa yang dia suka dan apa yang dia tidak suka, dari situ saya akan lalu berfikir untuk menjadi sesuatu yang beda agar dia melihat saya lebih dekat karena telah menjadi tidak seperti kebanyakan dan rata rata. Kejujuran berikutnya adalah, ini akan terasa begitu indah, saat tak membiarkannya menangkap getaran perasaan saya dan membuatnya nyaman bersama saya tanpa dia perlu menyentuh saya, menatap saya atau menyetubuhi saya. Orang bilang itu gaya klasik untuk seusia saya, tapi itu indah menurut saya, dan hanya saya yang bisa mengetahui seindah apa rasanya.
Yang menjadi problem berikutnya adalah saat dia telah terlena dengan segalanya tentang saya namun realita kembali mengingatkan saya bahwa saya telah jatuh cinta pada sesuatu yang tidak sesuai dengan hidup saya, cinta yang indah seharusnya hanya ada di wonderland saya, tapi realita terlalu keras membuat saya tak bisa bermanja manja dengan manisnya mimpi, bahkan lagu dangdutpun tau hal itu...mimpi memang lebih manis dari realita...
Dan yah mau ngga mau saya harus terbangun dari mimpi saya agar tidak menjadi mati suri, saya harus hidup seribu tahun lagi, klasik ! bak sajak tahun 50an yang tertuang pasrah di lembaran lapuk yang berwarna mulai kekuningan, indah namun bukan philosofi lagi buat orang semodern saya...saya tidak hidup di jaman Titik Sandora dan Muchsin Alatas, saya hidup di era Anang dan Syahrini, realistis, bisa mesra di panggung tapi Cuma untuk alasan komersial...Anang harus mencari penghasilan lebih untuk bisa beli rumah dan Syahrini butuh professionalisme Anang untuk mengangkat levelnya, itu simbiosis mutualisme, saling menguntungkan...
Kini saya berdiri di persimpangan tanpa penunjuk jalan, yang ada hanya komposisi...pilih jalan yang satu bisa dapat ini, itu dan anu, pilih jalan lainnya akan lebih seru dan melintang walau sedikit jadi jauh, arrghhh...bikin otak ini jadi mau pecah...ingatan saya tentang sebuah judul di jajaran novel klasik Mira W membuat saya tersenyum “Seandainya aku bisa memilih“ tapi jawaban yang akan keluar dari kepala saya tentunya “Saya tak pernah memilih” karena saya rakus, maruk, shio saya Tikus, wajar saya serakah (berujar mencari pembenaran bak setan mengutip ayat Tuhan demi pembenarannya) Geez...kelakuan saya mulai benar benar menyerupai bapak saya...namun paling tidak kini saya mengerti apa yang ada di otak bapak saya waktu dia berkelakuan seperti saya sekarang, dia tidak merasa apa yang dia lakukan salah karena ini indah...ini sesuai dengan maunya, hanya saja orang orang disekitarnya yang tidak mengerti bahwa sesuatu yang seru tentu mengambil resiko dan bapak saya terlalu egois untuk resiko itu sehingga yang dia lakukan adalah mengganti resiko itu dengan meminta pengorbanan salah satu istrinya...DIMADU ! arrrghh...saya tidak bisa membayangkan betapa sakitnya perasaan ibu saya waktu itu, permasalahannya ibu saya realistis waktu itu, justru kalau ibu saya cinta itu malah lebih mudah buat dia, paling tidak cinta itu akan membutakan dan mencipta kebodohan sehingga akan lebih mudah untuk merelakan, tapi realita tidak begitu...saya pribadi tentu akan merasa kalah bila realita menkhianati saya..karena saya sudah mengkhianati hati saya untuk memilih realita, itulah mengapa saya tak pernah memilih...saya terlalu rakus, maruk dan egois...karena saat memilih harus ada yang dikorbankan, saya tidak suka itu, saya mau semua nya jadi adil, dapat semua...itulah kenapa saya serakah...
Langit mendung di luar sana membuat saya semakin melankolis memasuki babak baru tentang pengkhianatan...maaf seharusnya itu bukan pengkhianatan, itu just for fun...come on...seharusnya publik bisa lebih bijak dalam menilai hal semacam ini, paling tidak saya tidak mencari pembenaran disini...saya tidak menyalahgunakan atribut ibadah, lebih gampangnya saya tidak munafik ! Bagaimanapun saya hanya berusaha mewarnai hubungan saya dengan konflik agar terlihat lebih kreatif, geezzz...saya seniman saya harus atraktif walau jadi complicated...intinya saya gampang bosan...sekarang semua orang akan mencibir kalimat saya karena terlalu berbelit dan nyaris bikin sembelit...
Kini sebuah keinginan setan menghujat kebiasaannya sendiri “saya tak ingin menyetubuhinya kali ini, saya hanya ingin bersamanya, itu saja...”fuih kedengarannya berat, bahkan beberapa teman biadab di luar sana hanya akan terbahak mendengarnya, ini bukan keinginan labil yang pertama kalinya, seseorang yang mengakui flirt akan selalu mencoba untuk menikmati apapun yang bisa dinikmatinya dalam waktu sesingkat mungkin, “tapi saya hanya mencium bibirnya sekali, itupun karena pengaruh alkohol tadi malam” yang ini klasik...bahkan orang yang hanya minum soft drink pun akan mengaku mabuk untuk sebuah kenikmatan itu...arghhh tapi tidak juga saya menghabiskan hampir separuh malam bersamanya tanpa saya melakukan apapun, yang ini langka...mungkin benar kali ini langka, atau hanya belum dapat sela...please..kembalilah pada realita...
Dan hembusan anginpun membisik lembut pada hati dan nurani yang terus memperdebatkan hasrat dan realita nya...yang ini rutinitas...tak berujung dan bertepi atau bersudut...ini bukan bentuk favorite saya, saya suka sudut namun perasaan saya sendiri kini mendadak menjadi bulat, realita dan rasa berkejaran saling meyerang satu sama lain dan memaki seperti kebiasaan saya dalam bersosialisasi...saya buruk...sangat teramat buruk...saya pengkhianat busuk, bajingan tengik, keparat biadap atau lucky bastard...apapun itu...saya masih merasa seperti saya...saya jagoan...seperti ibu saya...hanya saja saya sedikit menjadi bapak saya sekarang...saya mencintai diri saya sendiri, menjalani realita saya dan dalam saat bersamaan saya memuja hasrat saya, saya menyatukan semuanya...terkadang serakah itu adil...saat rela itu menjadi bodoh...dan saya tau, saya tak pernah menjadi bodoh...karena saya tak rela...saya serakah...saya suka love, fling flirting, polyandri, relationship, dan anti polygami karena hati saya bilang saya cinta diri saya sendiri...karena saya jagoan...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
wah mantep banget cerpennya..
BalasHapussalam stpdxpdc.