Selasa, 24 Agustus 2010
Mengaktivkan akal sehat
Terkadang saat kita menerima jasa orang lain, kita akan selalu mengingatnya dan berusaha membalasnya entah itu karena merasa hutang jasa atau biar hutang jasanya lunas, yang tanpa sadar ternyata apa yang telah kita lakukan karena perasaan berhutang itu justru sudah lebih banyak daripada jasa yang pernah di hutangkan, bila saja bisa di nominalkan bisa dibilang sudah impas tuh hutang...namun entah mengapa saat si pemberi jasa menyakiti kita, kita akan berlagak ikhlas dengan rumusan “bagaimanapun dia sudah hutang jasa sama kita”, sekarang pertanyaannya apakah si pemberi hutang itupun selama ini merasa bahwa apa telah kita lakukan buat diapun setelah dia memberikan hutang jasa sebenarnya adalah cicilan pembayaran hutang jasa itu ? dengan bantuan bantuan kecil dan rutin bahkan mungkin ada juga bantuan yang setimpal yang telah kita lakukan dengan jasa yang dia berikan sebelumnya, apakah si pemberi hutang jasa akan tetap selalu merasa dia memberi hutang jasa pada kita tanpa sadar akan bantuan bantuan kita selanjutnya pada dia ?
Secara agama mungkin sudah benar bila kita terus mengingat hutang jasa yang telah diberikan orang lain kepada kita bahkan saat hutang jasa itu telah lunas dan si pemberi hutang jasa itu menyakiti kita, kita tetap harus menahan diri untuk tidak membalasnya dengan rumusan “bagaimanapun dia telah berhutang jasa pada kita”, lalu bagaimana secara psychology ? apakah kita mampu menahan rasa disakiti orang lain lalu ditambah kita menyalahkan diri sendiri yang notabene menyakiti perasaan sendiri, seperti kata AA Gym : sesungguhnya kita lebih hina daripada hinaan orang orang terhadap kita, tapi jujur deh !
siapa yang sanggup menyalahkan diri sendiri sementara orang tengah menghina dan menyakiti kita ?,
bisa bayangkan berapa banyak waktu yang terbuang untuk merutuki diri sendiri ?,
berapa banyak stresh yang akan tercipta karena meratapi kesalahan sendiri?,
berapa banyak pekerjaan yang terbengkalai karena meratapi keterpurukan ?,
berapa banyak konsentrasi yang hilang karena perasaan depresi yang tak terkendali ?
bukankah itu malah membuat alasan bunuh diri ?
dan mungkinkah agama menginginkan semua berakhir seperti itu karena menyadari bahwa kita lebih hina daripada hinaan yang telah dilontarkan kepada kita ?
Mengapa tidak maafkan dan lupakan ? menurut saya itu jelas lebih ikhlas
Karena perkara pembenahan diri itu akan terjadi secara kimiawi, ngga munafik juga karena sesuai kebutuhan hidup,
seperti misalnya saya akan merasa udah ngga keren lagi pergi ke disko yah saya berhenti pergi ke disko dan saya mulai suka membaca, bukankah itu sebuah bentuk pembenahan diri ?, karena jujur, saya tidak akan berhenti karena nasehat orang lain,
let say : saat orang menasehati saya untuk tidak pindah pindah kerja, nasehatnya hanya akan sampai disitu, tapi bila karena saya mengikuti nasehatnya dan tidak pindah kerja berimbas pada saya tidak punya banyak pengetahuan dan akhirnya perusahaan yang saya pertahankan itu bangkrut lalu saya di PHK dan susah cari kerja lagi, apakah saya bisa kembali ke si penasehat tadi dan minta di cariin kerjaan sama dia ? saya berani bertaruh si penasehat belum tentu bisa siap dengan resiko yang saya tempuh karena mengikuti nasehat dia, itu yang terjadi dalam kenyataan, kawan !
Nah bagaimana dengan nasehat AA Gym untuk menyadari bahwa sesungguhnya saya lebih hina daripada apa yang orang telah hinakan pada saya ?
apa yang akan AA Gym pertanggung jawabkan bila karena saya merasa lebih hina daripada yang telah dihinakan orang lain terhadap saya lantas saya jadi menghabiskan waktu saya untuk merenung dan menangis sepanjang hari hingga hilang konsentrasi untuk bekerja?,
dan akhirnya kehilangan pekerjaan terus saya ngga bisa bayar kostan ?,
terus saya ngga bisa makan ?
sampai mana saya bisa mengamini nasehat orang ?
bukankah saya lebih baik mengaktivkan akal sehat saya ?
Kedengarannya egois, tapi sekarang pertanyaannya,
apakah diantara anda ada yang tidak pernah egois sekalipun dalam hidupnya ?
bagaimana dengan kegiatan polygami itu sendiri ?
bukankah ada yang tersakiti sedemikian dalam karena kegiatan itu ?
lantas mengapa anda masih melakukannya ?
karena egosentris bukan ?
So, impas ! menurut saya, menggunakan akal sehat adalah lebih berguna ketimbang menyalahkan diri sendiri, karena pilihannya cuma dua, menyalahkan atau disalahkan, menyalahkan memang bukan perbuatan terpuji, tapi disalahkan pun akan menjadi alasan untuk bunuh diri, dua dua nya sama dosa, jadi mengapa rumusannya tidak diganti dengan : maafkan dan lupakan, dengan memaafkan kita tidak perlu menyalahkan dan dengan melupakan kita bisa melanjutkan hidup kita, fair enough wasn't ?
Maka dengan ini segala macam jenis hutang budi yang telah saya terima, semaksimal mungkin saya bayar lunas, dan saat mereka yang pernah merasa memberi hutang jasa pada saya kemudian menyakiti saya, itu merupakan episode baru, kawan ! dan sayapun tidak akan merasa bersalah bila melupakannya hanya karena hutang jasa yang telah diberikan, karena saya tidak suka berhutang, itu kenapa saya setelahnya akan membayar segala hutang jasa yang telah diberikan dengan bantuan apapun yang bahkan mereka tak pernah bayangkan sehingga LUNAS ! saya tidak membebani diri saya sendiri dengan ulah mereka di kemudian hari !
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar